Kasus dugaan Korupsi PDAM Jepara kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Jepara, Jawa Tengah (Jateng) menetapkan SB, Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Jungporo atau PDAM Jepara, sebagai tersangka pada Jumat (8/8/2025) sore. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kepala Kejari Jepara, RA Dhini Ardhany, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kejari Jepara.
Penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajari Jepara Nomor: PRINT-01/M.3.32/FD.2/05/2025 tertanggal 2 Mei 2025, juncto Surat Penetapan Tersangka Nomor: 02/M.3.32/Fd.2/08/2025 tertanggal 8 Agustus 2025. SB diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana representatif pada PDAM Jepara selama periode 2020-2023.
Kronologi Kasus Korupsi PDAM Jepara
Menurut Kepala Kejari Jepara, perkara ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya penyalahgunaan anggaran di PDAM Jepara. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik yang dipimpin oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Ahmad Za’im Wahyudi.
Dari hasil penyelidikan, SB diduga telah menyalahgunakan dana representatif yang seharusnya digunakan untuk menunjang kemajuan dan peningkatan pendapatan PDAM Jepara. Dana representatif sendiri merupakan anggaran rutin yang diberikan setiap tahun kepada direksi perusahaan daerah untuk menunjang operasional.
“Setiap tahun, dana representatif dianggarkan sekitar Rp 200 juta. Selama periode 2020-2023, totalnya mencapai Rp 558.576.950,” jelas Dhini.
Penggunaan Dana di Bawah Kewenangan Dirut
Berdasarkan aturan internal PDAM Jepara, dana representatif berada di bawah kewenangan direksi yang terdiri dari tiga posisi: Direktur Utama, Direktur Teknis, dan Direktur Administrasi dan Keuangan. Namun, fakta yang ditemukan penyidik menunjukkan bahwa dana ini hanya digunakan oleh SB selaku Direktur Utama, tanpa melibatkan dua direktur lainnya.
“Bahwa pada faktanya, yang menggunakan dana ini hanya tersangka (SB) selaku direktur utama tanpa melibatkan direktur lainnya,” ungkap Dhini.
Potensi Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi PDAM Jepara
Dari hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Jepara, ditemukan adanya potensi kerugian negara sekitar Rp 554.350.000. Nilai ini berasal dari pengeluaran dana representatif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dinilai tidak mendukung operasional perusahaan.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) Nomor: 704/12/Kasus/Irban/V/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025. Angka tersebut mencerminkan besarnya kerugian keuangan daerah yang diakibatkan oleh dugaan korupsi ini.
Penahanan Tersangka
Kejari Jepara memutuskan untuk menahan SB selama 20 hari ke depan guna mempermudah proses penyidikan dan mencegah tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
“Yang bersangkutan kami tahan selama 20 hari ke depan,” tegas Dhini.
Penahanan ini dilakukan setelah SB menjalani pemeriksaan intensif sejak siang hari pada Jumat (8/8/2025). Hingga sore harinya, statusnya resmi dinaikkan dari saksi menjadi tersangka.
Kasus Korupsi PDAM Jepara ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan anggaran di perusahaan daerah. Sebagai penyedia layanan air bersih untuk masyarakat Jepara, PDAM seharusnya fokus pada peningkatan pelayanan, perbaikan jaringan pipa, dan penyediaan air bersih yang memadai. Namun, penyalahgunaan dana justru menghambat perkembangan perusahaan dan merugikan masyarakat.
Dengan dana representatif sekitar Rp 200 juta per tahun, seharusnya PDAM dapat melakukan program-program strategis seperti:
Perbaikan jaringan pipa yang rusak
Peningkatan kualitas air
Perluasan cakupan layanan ke daerah-daerah yang belum terlayani
Modernisasi sistem distribusi air bersih
Sayangnya, dugaan penyalahgunaan dana oleh Dirut PDAM Jepara membuat potensi pembangunan ini menjadi terhambat.
Proses Hukum Selanjutnya
Kejari Jepara memastikan proses hukum akan berjalan transparan. Setelah penahanan, penyidik akan melengkapi berkas perkara untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). SB terancam dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jika terbukti bersalah, SB bisa dikenakan pidana penjara dan denda, serta kewajiban mengembalikan kerugian keuangan negara.
Pelajaran dari Kasus Korupsi PDAM Jepara
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan dana publik, terutama di BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang memegang peran vital dalam pelayanan masyarakat.
Beberapa langkah yang direkomendasikan oleh pengamat tata kelola pemerintahan antara lain:
Audit rutin dan transparan terhadap penggunaan anggaran.
Penguatan peran dewan pengawas untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dana.
Partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja perusahaan daerah.
Penegakan sanksi tegas bagi pelaku korupsi untuk memberikan efek jera.
Kasus Korupsi PDAM Jepara yang menjerat SB selaku Dirut Perumda Tirta Jungporo menjadi pukulan telak bagi upaya peningkatan layanan publik di Jepara. Dengan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp 554 juta, kasus ini menunjukkan betapa rentannya pengelolaan dana publik jika tidak diawasi secara ketat.
Kini, semua pihak menunggu proses hukum berjalan dan berharap keadilan dapat ditegakkan, serta dana publik dapat digunakan sesuai peruntukannya demi kesejahteraan masyarakat Jepara.